Rabu, 16 Agustus 2017

Pengalaman Mengikuti Seleksi AFS : Student Exchange Program


Masa remaja umumnya adalah masa yang paling aktif dan bersemangat melakukan ini itu juga dengan rasa penasaran yang cukup tinggi. Di usia yang bisa dikata masih sangat muda, 15 tahun, aku mengikuti berbagai ekskul, mulai dari OSIS, ROHIS, Sains Club, English Club, Karate, dan juga tidak lupa les di lembaga pendidikan informal. Ini semua adalah bagian dari aktualisasi diri yang kulakukan. Selalu ingin aktif dan eksis ya.

Suatu ketika sekolahku kedatangan volunteer dari AFS dan menjelaskan tentang program ini kepada kami para siswa unyu-unyu. Aku tentu saja sangat sangat tertarik. Bukan soal keluar negerinya, tapi prosesnya lah yang asyik. Tapi sebenarnya keluar negeri juga asyik sih. Hhe.

Kuceritakan pada Papa keinginanku untuk mengikuti seleksi dan tentu saja papa ku pasti mendukungku selama itu bukan hal yang buruk. Ini masih jaman dulu banget ya, sekitar 10 tahun lalu, tepatnya tahun 2007, dimana aplikasi masih harus diambil sendiri di sekretariat AFS di Makassar, diisi dan dilengkapi berkasnya, lalu dikumpulkan kembali. Sudah tentu berbeda sekali dengan era sekarang, dimana semuanya serba online. Sisa masuk website, download deh aplikasinya atau mengisi aplikasi secara online. Bahkan untuk daftar sekolah saja sudah pada online.

Tahap pertama berupa tahap tertulis yang terdiri dari 3 sub tes, yaitu tes pilihan ganda dalam bahasa Indonesia, dalam bahasa Inggris, dan tes menulis essay on the spot. Tesnya berlangsung seharian di STIEM Bongaya di jalan Mappaodang, Makassar. Beberapa minggu kemudian, hari dimana pengumuman kelulusan tahap pertama, aku dan papa segera menuju secretariat AFS untuk melihat pengumuman (see masih jadul ya kan). Dan Alhamdulillah, dari hampir 1000 orang yang mengikuti tes tahap pertama, aku berada dalam list 72 orang yang masuk ke tahap kedua.

Tes kedua yaitu interview/wawancara, yang ini terdiri 2 sub tes, yaitu wawancara dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Wawancara dalam bahasa Indonesia bersama ketiga interviewer dari Indonesia berlangsung agak emosional, aku bahkan hampir menangis dibuatnya. Sedangkan wawancara dalam bahasa Inggris bersama dua bule jerman dan prancis dan satu indo berlangsung lebih santai. Banyak hal yang aku bicarakan bersama interviewer, termasuk karena negara tujuanku AS, aku banyak menyoroti masalah bangkrutnya Lehman Brothers (waktu itu lagi hangat-hangatnya) dan juga tentu saja masalah hegemoni ekonomi AS terhadap negera-negara dunia ketiga (well, aku ngomong apa sih waktu itu, berasa jadi pengamat hebat ya, hihi).

Aku pikir aku tidak lolos di tahap kedua, soalnya yang aku lakukan selama wawancara hanya kritik, kritik, dan kritik terhadap AS (padahal negera tujuannya AS, harusnya disanjung-sanjung gitu ya). But, yup aku lolos dan berhasil masuk ke tahap ketiga.

Tes ketiga, yaitu Dinamika Kelompok terdiri dari 3 subtes, aku lupa yang pertama, yang kedua kompetisi membuat sebuah karya bersama tim dadakan yang dibentuk oleh panitia, kalo tidak salah tim nya terdiri dari 5 orang. Kita harus berdiskusi tentang karya apa yang akan dibuat, menyatukan pikiran, dan bergerak bahu membahu menyelesaikan misi ini. Dan taraaa, kami membuat pigura dengan desain dari 5 pikiran. Yang ketiga, sebenarnya desas desus yang kudengar dari panitia, subtes ketiga dibatalkan. Tapi tak taulah kenapa sampai jadi diadakan. Tesnya adalah menujukkan bakat/kemampuan di depan umum, semacam mini pertunjukan gitu deh. Ada yang nyanyi, bermain musik tradisional, menari, pertunjukan silat, membaca puisi, sampai mengaji. Karena aku gak well-prepared banget dites ketiga ini alias gak menyiapkan apa-apa, jadilah aku selama menunggu giliran, grasa grusu membuat puisi dadakan untuk ditampilkan. Hampir semua yang gak punya persiapan, menampilkan pembacaan puisi, jadinya hal itu tidak menarik lagi.

(Baca : Jatuh Bangun Mengejar Beasiswa Luar Negeri : Gagal 9 kali)


Saat itu high expected banget bisa lulus, tapi sepertinya itu masih belum rezeki ku atau itu bukan hal yang terbaik untukku. Aku membaca pengumuman dan aku tahu bahwa aku tidak lulus. Aku memang tidak jadi mengikuti program pertukaran pelajar, tapi serangkaian tesnya yang menarik dan menyenangkan tidaklah sia-sia. Banyak pelajaran yang bisa kupetik, banyak teman yang bisa kukenal. Allah selalu punya rencana yang lebih baik untuk diriku, aku yakin itu. [AR]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar